Saya Tidak Marah
Beberapa hari yang lalu, ketika selesai mengikuti suatu acara saya menunggu di jemput oleh saudara saya. Saya bersedia menunggu karena saat itu beliau berkata sanggup untuk menjemput dan mengantar saya untuk kembali. Ketika saya hubungi kembali beliau berkata "Bisa, ya nanti jam satu", saya setuju karena saat itu jam jadwal keberangkatan kereta pukul setengah dua siang. Akhirnya saya menunggu beberapa waktu di warung internet, sembari mencari beberapa resource. Setelah saya hubungi kembali ternyata beliau akan bisa menjemput jam setengah dua padahal saat itu sudah jam satu lebih seperempat. Saya berusaha tidak marah, meskipun saat itu merasa jengkel sekali. Akhirnya saya memutuskan tidak menunggunya dan pulang sendiri.
Saya bersyukur, saya bisa meredam emosi, meskipun saya memutuskan untuk pulang sendiri. Hal ini saya lakukan supaya saya mengajarkan beliau juga untuk menghargai orang lain. Saya tidak marah, saya memaklumi, karena dia juga pada saat itu sedang bekerja. Saya tidak marah, saya hanya mau mengajarkan hal baik. Saya tidak marah, karena saya mengasihinya.
Saya bersyukur, saya bisa meredam emosi, meskipun saya memutuskan untuk pulang sendiri. Hal ini saya lakukan supaya saya mengajarkan beliau juga untuk menghargai orang lain. Saya tidak marah, saya memaklumi, karena dia juga pada saat itu sedang bekerja. Saya tidak marah, saya hanya mau mengajarkan hal baik. Saya tidak marah, karena saya mengasihinya.
Komentar